Pagi itu, Mbaru Niang yang kami huni mulai diterangi oleh cahaya matahari yang menerobos melalui lubang kecil yang berfungsi sebagai jendela. Badan jadi terbangun secara biologis walau mata masih berat dan kaki pegal-pegal.
Aku bergegas merapikan diri & segera bergabung bersama yang lainnya untuk menikmati keindahan pagi Wae Rebo.
Amboiiiiii. Indah banget pemandangannyaaaa!
Perjalanan yang melelahkan kemarin terbayar sudah saat berada di kampung di atas awan yang terkenal ini.

Puas menikmati pemandangan yang breathtaking, kami bermain bersama anak-anak Wae Rebo yang gemes-gemes.
Kami membagikan buku cerita, alat tulis & mainan lucu.
Alhasil, kami dikeroyok anak-anak kecil yang super enerjik ini.

Senangnya bisa berbagi dengan anak-anak ini. Melihat senyuman di wajah mereka yang polos, saya jadi terenyuh. Di ibu kota Jakarta, sebuah buku tidak berarti banyak. Malah mungkin dibuang-buang. Namun di desa terpelosok di negri ini, buku inilah yang menjadi jendela dunia mereka, akses yang menghubungkan mereka dengan dunia modern di luar sana.
Next goal: bolang ke pedalaman untuk ngajar & berbagi ke anak-anak. Aminnn!


Wae Rebo mengandalkan penghasilan dari kain tenun & kopi yang terkenal kualitasnya.
Kopi Wae Rebo ditanam secara organik & masih diolah secara tradisional loh. Rasanya jangan ditanya. Harummmm banget!


Meraih penghargaan dari UNESCO, Wae Rebo terkenal dengan konstruksi rumah Mbaru Niang-nya yang unik banget! Terbuat dari bambu, dedaunan, dan kayu, Mbaru Niang mampu menampung 7-8 keluarga kecil di dalamnya & melindungi dari panas & hujan.



Sore menjelang dan kami kedatangan tamu yang ditunggu-tunggu, yaitu crew & host acara My Trip My Adventure (MTMA) yang mempersiapkan tayangan ulang tahun ketiga acara MTMA.



Proses syuting pun berjalan lancar di bawah arahan produser Chris Hutanijaya yang piawai mengatur crew & mengkomando pengambilan gambar. Kami juga sering tertawa terbahak-bahak karena host Denny Sumargo yang sangat kocak – berkebalikan dengan raut wajahnya yang serius.
Proses syuting selesai & kami rehat. Tak lama, kabut menyelimuti desa kecil ini & udara mulai terasa dingin. Kemudian hujan deras membasahi bumi Wae Rebo.

Di dalam Mbaru Niang, kami menghangatkan diri & bersiap-siap untuk pendakian turun. Karena besok kami akan melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo – islands hopping.
Alhasil, kami hujan-hujanan!
Pendakian turun waktu itu memakan waktu lebih lama yaitu 6.5 jam karena hujan deras yang konsisten. Medan perjalanan menjadi sangat berat karena tanah yang kami pijak berlumpur & berbatu licin. Sepatu yang kami kenakan sudah basah total di menit-menit awal kami meninggalkan Wae Rebo.
Pendakian kali ini tidak se-asyik saat berangkat. Tidak ada musik EDM yang menemani, pandangan kami terhalang air hujan yang deras, dan lambat laun kami terpecah dalam 3 grup kecil. Hanya satu hal yang ada di benakku: cepet jalan, cepet sampe, cepet istirahat!
Malam mulai menggantung & kegelapan kembali menyelimuti hutan. Menurutku yang paling serem adalah menyeberangi 1 air terjun, 1 kali & 2 jembatan gantung dengan titian yang sempit & tinggi. Meleset dikit bakal jatuh ke arus air yang kencang. Namanya juga My Trip My Adventure. Harus ada adrenaline rush yak. Hehehe
Satu demi satu pos terlewati dan kami mencapai titik nol pendakian.
Sayangnya, Imel jadi korban di post terakhir: jatuh di selokan yang airnya deras. Untungnya, Sadewa tanggap menangkap Imel sehingga tidak terbawa arus air yang deras.
Malam itu, kami istirahat di Wae Rebo Lodge, Denge untuk mandi & mengisi perut. Kemudian, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Labuan Bajo dengan mobil ELF.
Highlight of Wae Rebo Part 2
I met cool friends during Wae Rebo trip & they write cool blog about our trip. Check it out!
Akhir kata, selamat ulang tahun yang ketiga untuk semua crew My Trip My Adventure. Semoga menjadi tayangan yang makin baik, mendidik & mengangkat pesona Indonesia! Stay awesome!
Salah satu trip yg tak akan terlupakan!
Yasssss 😀